Ketika imajinasi melebihi batas imajiner justru beredar luas dalam bilik kecil.
Terhitung sudah dua tahun berlalu setelah terakhir saya merilis novel kedua, Ghaida. Saya pikir, saya hanya butuh waktu rehat sebentar. Eh, kebablasan. Saya berdalih, saat ini saya tidak benar-benar meninggalkan menulis karena sibuk membuat materi forum diskusi Muslimah sebulan sekali. Masih menulis tapi bukan fiksi. Hingga pada suatu hari ada teman yang mengabarkan lomba kumpulan… Continue reading Mari Kita Mulai Dari Awal Lagi
Waktu kecil, suara bicara kita menjadi sesuatu yang amat dinanti-nanti. Tiap kata yang terucap bagai hadiah bagi siapa pun yang mendengarnya. Mau secempreng apa pun suara kita, akan jadi merdu di telinga orang-orang sekitar. Enggak sedikit yang bedecak, “Aduh lucunya… Aduh gemesnya…” Jadilah bayi-bayi dan anak-anak yang berisik namun tetap dimaklumi. Waktu berlalu. Usia bertambah.… Continue reading Belajar Bicara Lagi
Bertahun-tahun menulis. Menentukan akhir dari sebuah cerita terasa mudah walau dulunya lebih senang memulai tulisan, asyik dengan konflik yang berkepanjangan dan bingung bagaimana menentukan ending-nya. Hingga kisahmu betulan dimulai entah sejak kapan. Tahu-tahu rasanya kita sudah didalam emosi konflik yang berkecamuk. Hilang akal sehat karena takutnya kehilangan oleh sesuatu yang sesungguhnya tak menjamin banyak hal. Tidak… Continue reading Sudah
Mia meraih ponsel pintarnya. Jenuh dengan pekerjaan yang serupa siklus, tidak ada henti-hentinya. Kemudian telunjuk berhenti menyentuh layar. Matanya tertuju lurus pada sebuah nama dan foto kecil di sisinya. Ini selalu terjadi setiap kali ia membuka aplikasi chatting tersebut. Berulang kali tertegun. Berulang kali mengerjap. Berulang kali terjun ke kolam penuh memori indah dan menenggelamkan… Continue reading Sudah Waktunya
Hati Ben sedang berbunga-bunga. Mulai dari bangun tidur, mandi, sarapan sampai gosok gigi sambil senyam-senyum. Pagi ini Ben memilih atasan kaos dan jeans warna khaki kesukaannya. Santai memang, karena hari ini akan sangat melelahkan. Selesai mematut diri, Ben kembali membaca pesan singkat dari Dika. Pujaan hati yang cukup lama ia rindukan. “Jam sepuluhan ya, dad.… Continue reading As You Wish
Pantai di hadapanku saat ini tidak ada beda dengan pantai pada umumnya. Pasir putih. Halus. Sebagian sudah ada yang nyelip masuk ke dalam sandal. Cuaca terik khas kota minyak. Masih terlalu pagi untuk bertemu sunset.
Ponselnya bisu sejak tadi pagi. Tidak ada notifikasi. Terakhir cuma pesan dari pacar, dia bilang selamat pagi dan maaf tidak bisa mengantar ke kantor karena Vice Presiden tempatnya bekerja tahu-tahu datang dari Singapure dan mengadakan meeting pagi-pagi buta. Itu saja sudah bikin nafasnya berhembus berat. Jalan ke terminal Trans Jakarta makin terasa berat. Saat terpaksa lembur… Continue reading Hak Waktu
Pemandangan diluar jendela selalu menarik. Bila ada waktu, kapanpun, ia akan menoleh sebentar ke jendela. Barang semenit-dua menit kemudian kembali berpijak lagi ke bumi yang ia arungi. Seperti setiap pagi dari jendela kamar indekos lantai tiga. Waktu menyibak tirai untuk memastikan apakah matahari sudah hadir. Seperti cipratan pagi yang menyilaukan sudut mata dari jendela kopaja.… Continue reading Jauh
Anganku terlalu optimis. Yakin bahwa segalanya dapat berjalan dengan baik. Mengalir dengan benar dan terjadi dengan tepat. Begitu mendarat di bumi realitas, mental polos ini berguncang hebat. Betapa setiap detail semesta yang ditemui saling bertentangan satu sama lain. Walau berada di wadah yang sama. Bernaung di titik koordinat yang sama. Tapi saling menentang dengan idealisme… Continue reading Sistem Error
Cinta, senantiasa ada untuk diutarakan. Tak ayal banyak pihak yang menganggapnya butuh pengakuan. Bukan seperti itu… Justru karena ia bukan ilmu pasti, cinta tidak butuh alasan, sebab-akibat, bahkan hierarki. Seorang profesor bisa merasa bodoh bila cintanya tak berbalas dan narapidana sekalipun, dapat bebas lepas setelah cintanya berhasil ia ucapkan. Hanya ini yang saya tahu tentang… Continue reading Cinta
Kaca Mata Saya 